Menu DropDown

Rabu, 19 Oktober 2011

Perhitungan Pph Badan

PERHITUNGAN  PPh  TERUTANG TAHUN 2010 BERDASARKAN UU PPh NO. 36 PASAL 31E TAHUN 2008 DAN PPh PASAL 25

Dengan mulai berlakunya UU PPh No. 36 tahun 2008 per 01 Januari 2009 yang merupakan rangkaian perubahan terhadap UU PPh No. 7 tahun 1983, maka salah satu yang perlu dicermati adalah perubahan tarif atas badan dari 28% untuk tahun fiskal 2009 menjadi 25% untuk tahun fiskal 2010.
Periode penyampaian SPT Tahunan tahun 2010 ini merupakan periode pelaporan tahunan yang menggunakan ketentuan Undang-undang Nomor 36  Pasal 31 E Tahun 2008.
Dengan adanya tarif tunggal ini semua Wajib Pajak Badan, baik besar atau kecil akan dikenakan tarif yang sama. Kondisi ini berbeda dengan kondisi tahun 2008 yang masih menggunakan tarif progresif.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 mengantisipasi hal ini dengan memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% bagi Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UMKM). Fasilitas ini diatur dalam Pasal 31e UU Nomor 36 Tahun 2008.

Siapakah Wajib Pajak UMKM yang mendapatkan fasilitas ini?. Kalau di lihat dalam Pasal 31e, maka kriteria Wajib Pajak UMKM yang bisa mendapatkan fasilitas ini adalah :
1.    Wajib Pajak Badan (berarti WP Orang Pribadi tidak mendapatkan fasilitas ini),
2.    Peredaran bruto sampai dengan Rp50 Milyar (nampaknya yang dimaksud di sini   adalah peredaran bruto setahun)
Jika kedua syarat itu dipenuhi maka, Wajib Pajak ini berhak atas pengurangan tarif 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 Milyar (setahun).

Pada Pasal 17 ayat 1 huruf (b) dan (2a) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan :
“b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar    28% (dua puluh delapan persen)”.
“(2a)  Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010”.
Kemudian pada Pasal 31 huruf e di sebutkan
“Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)”.
Penjelasan pasal 31 Huruf e :
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00.
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 25% x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00

Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
-       (Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00 (A)
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
-       Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00 (B)
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25% x A) + (25 % x B), yaitu :
-       (50%x 25% x Rp480.000.000,00)  = Rp.   60.000.000,00
-       (25%xRp2.520.000.000,00)                       = Rp. 630.000.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp. 690.000.000,00
Jadi secara ringkas bisa di sebutkan disini untuk Wajib Pajak Badan,
Bila beromset/peredaran usaha di atas 50 M, otomatis ia akan terkena tarif Pasal 17 ayat (2a) UU Nomor 36 Tahun 2008, yaitu sebesar 25 %.
Bila peredaran usahanya hanya sebatas 4,8 M maka ia mendapatkan pengurangan tarif sesuai bunyi Pasal 31 huruf e diatas yaitu sebesar 50 % x 25%. Langsung dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak nya.
Tetapi Bila Peredaran Usaha nya diantara 4,8 M s.d. 50 M, maka berlaku perhitungan seperti penjelasan pada contoh 2 diatas.
Sedangkan untuk perhitungan PPh Pasal 25 yang merupakan angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dapat di hitung berdasarkan SPT Tahunan yaitu dari pajak penghasilan terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu di kurangi dengan :
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
  2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
Dibagi  12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak,
Contoh
 :
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2010 Rp 62.500.000,00 dikurangi :
a.    Pajak Penghasilan yang dipotong
       pemberi kerja (Pasal 21)                                                        Rp 15.000.000,00
b.    Pajak Penghasilan yang dipungut
       oleh pihak lain (Pasal 22)                                                        Rp 10.000.000,00
c.    Pajak Penghasilan yang dipotong
       oleh pihak lain (Pasal 23)                                                        Rp   2.500.000,00
d.    Kredit Pajak Penghasilan luar
       negeri (Pasal 24)                                                                     Rp   7.500.000,00
                                                                                                        ——————— (+)
                           Jumlah kredit pajak                                              Rp 35.000.000,00
                                                                                                                                           ——————— (-)
                        Selisih                                                                    Rp 27.500.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp 2.291.667 yaitu :
(Rp 27.500.000,00 dibagi 12).
Angsuran pajak tersebut dapat di lakukan pembayarannya pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak PPh Tahunan Badan berakhir, tepatnya untuk saat ini adalah di bulan Mei untuk masa pajak April, namun jika pelaporan SPT Tahunan Badan terjadi mundur maka Wajib Pajak mulai melakukan pembayaran angsuran di bulan Juli untuk masa pajak Juni, kemudian Wajib Pajak tidak perlu melapor jika terjadi pembayaran angsuran pajak, dan Wajib Pajak harus melapor jika tidak adanya pembayaran angsuran pajak ( NIHIL ).

Kamis, 13 Oktober 2011

Kewajiban Setiap Wajib Pajak (WP)

KEWAJIBAN SETIAP WAJIB PAJAK (WP)
DALAM SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK SELF ASSESSMENT

1. Pengertian Self Assessment:
Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang dihitung, dilaporkan dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak (WP)

2. Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1.    Pajak Penghasilan (PPh)
2.    Pajak Pertambahan Nilai (PPN
3.    Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4.    Bea Meterai
5.    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
6.    Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB


Kewajiban Mendaftarkan Diri

Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)/ Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

Disamping melalui KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).

Fungsi NPWP adalah :
-      sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
-      sebagai identitas Wajib Pajak.
-      menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
-      dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.

Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti : sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank, dan memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender - tender yang dilakukan oleh pemerintah.



A. NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib
mendaftarkan diri pada KPP, atau KP4/KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-registration.

Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak :
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (misalnya karyawan), dokumen yang diperlukan hanya berupa Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai kegiatan usaha , persyaratannya selain fotokopi KTP juga ditambah dengan surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari Wajib Pajak. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2. Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a.   Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap.
b.   Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif fotokopi KTP Pengurus.
c.    Surat Pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Bagi Wajib Pajak Bendahara yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara;
b. Fotokopi KTP Bendahara.

Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Kartu NPWP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap.

B. PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.

Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan Pelaporan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.

A. Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak :
a. Membayar sendiri pajak yang terutang :

1. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

2. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak

b. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain disini berupa :
1.    Pemberi penghasilan;
2.    Pemberi kerja; atau
3.    Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.

Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/ Pemungutan (butir C).

c. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
d. Pembayaran Pajak-pajak lainnya.

1.    Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
2.    Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
3.    Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan Pajak.

Penagihan Pajak dilakukan apabila wajib Pajak tidak membayar Pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding. Maka Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan surat teguran dan dilanjutkan dengan surat paksa. Dalam hal wajib Pajak tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta wajib Pajak yang disita tersebut untuk melunasi Pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1.    Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya.
2.    Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah surat teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang pajaknya.
3.    Sita dilakukan dala jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan
4.    Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.
sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas)  hari setelah penyitaan.

DJP dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib Pajak /penanggung Pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.

C.PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan Kewajiban Wajib Pajak dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh pasal 15 dan PPN dan PPn BM.

Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
§  PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).
§  PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
§  PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
§  PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
§  PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
§  Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.
§  PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.

Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.

D.PELAPORAN
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4/KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar.

SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
- PPh Pasal 21,
- PPh Pasal 22,
- PPh Pasal 23,
- PPh Pasal 25,
- PPh Pasal 26,
- PPh Pasal 4 (2)
- PPh Pasal 15
- PPN dan PPnBM
- Pemungut PPN

2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
- Badan
- Orang Pribadi
Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line) melalui aplikasi e-filing. Dan penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.

Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Khususnya mulai tahun 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dan SPT tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).

Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh batas waktu pembayarannya adalah sebelum SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan, sedangkan untuk pelaporannya khusus untuk SPT Tahunan Badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun Pajak.

Untuk menguji kepatuhan wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan tehadap wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib Pajak.

Kewajiban wajib Pajak yang diperiksa adalah :
1.    Memenuhi panggilan untuk datang menghadiiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor;
2.    Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
3.    dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan, wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik
4.    Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
5.    Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
6.    Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor
7.    Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

Kewajiban Memberi Data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktort Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiaai dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan Informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha , peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/ atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi yang  berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)

Informasi Lebih Lanjut
Apabila anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan, anda dapat menghubungi




No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
Masa
1
PPh Pasal 21/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
2
PPh Pasal 23/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
3
PPh Pasal 25(angsuran Pajak) untuk wajib Pajak orang pribadi dan badan
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Akhir masa Pajak terakhir
Tgl 20 setelah berakhirnya masa Pajak terakhir
4
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai
1 hari setelah dipungut
Hari kerja terakhir minggu berikutnya
5
PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah
Pada hari yang sama saat penyerahan barang
Tgl. 14 bulan berikut
6
PPh Pasal 22 - Pertamina
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 14 bulan berikut
7
PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
8
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 15
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

Pph Pasal 4 ayat (2), Pasal 15. 21,23 PPN dan PPnBM untuk wajib Pajak criteria tertentu
Sesuai batas waktu per SPT masa
Tanggal 20 setelkah berakhirnya masa Pajak terakhir
9
PPN dan PPn BM - PKP
Sebelum SPT Lapor
Akhir bulan setelah masa pajak
10
PPN dan PPn BM - Bendaharawan
Tgl. 7 bulan berikut
Akhir bulan setelah masa pajak
11
PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan
Tgl. 15 bulan berikut
Akhir bulan setelah masa pajak
Tahunan
1
PPh - Badan, OP
Sebelum SPT Lapor
30 April / 31 Maret
2
PBB
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
----
3
BPHTB
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
----

sitti: 1,463,966,606

Konsultan Pajak Indonesia

 SEJARAH   CONSULTAN PAJAK

PT. Consultant Pajak didirikan pada tanggal 20 September 2006 yang berkedudukan di Jakarta yang bergerak dibidang jasa perpajakan (Konsultan Pajak).
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan tenaga profesional perpajakan, profesi konsultan pajak semakin diperlukan dunia bisnis. Apalagi sejak keluarnya PMK No 22/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari  2008 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa yang lebih memberikan ruang kepada Konsultan Pajak Terdaftar didalam memberikan jasa konsultan pajak menjadikan profesi konsultan pajak primadona para insan perpajakan sekarang ini. Sesuai dengan PMK ini, maka bagi perusahaan (WP Badan dengan peredaran bruto > 2.400.000.000,00) dan WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto atau penerimaan bruto > Rp 1.800.000.000,00 sudah tidak dapat lagi menguasakan kewajiban dan hak perpajakannya kepada karyawan bagian pajaknya sendiri, sehingga harus memakai jasa konsultan pajak.
Ketentuan tentang Konsultan Pajak  ini diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tentang Konsultan Pajak Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 98/PMK.03/2005.
 Profesi konsultan pajak adalah profesi yang dijalankan oleh para profesional yang memberikan jasa profesional kepada Wajib Pajak. Pengertian Konsultan pajak sendiri adalah setiap orang yang dalam lingkungan pekerjaannya secara bebas memberikan jasa profesional kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Konsultan Pajak wajib menyampaikan kepada Wajib Pajak agar melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-udang perpajakan.
Pada umumnya jasa yang diberikan oleh Konsultan Pajak meliputi dua hal  yakni: Pertama, Tax Consulting. Konsultan Pajak bertindak sebagai Penerima Kuasa untuk kepentingan mewakili dan atau mendampingi Wajib Pajak apabila terjadi pemeriksaan pajak. Kedua, Attorney at Tax Law. Konsultan Pajak bertindak sebagai Kuasa Hukum Pajak untuk kepentingan mewakili atau mendampingi Wajib Pajak di Pengadilan Pajak.
Disamping itu ada pekerjaan lain yang lebih bersifat administratif  dilakukan oleh Konsultan Pajak, yaitu: Pertama, Tax Compliance yakni menyiapkan laporan pajak serta melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak. Kedua, Tax Publication yakni  menyampaikan informasi tentang peraturan pajak kepada Wajib Pajak. “Dalam semua permasalahan pajak kami mengikuti aturan hukum pajak, namun kami tetap mengutamakan kepentingan klien diatas segalanya.”
Kami selalu memandang jauh ke depan, oleh karena itu kami selalu berusaha membuat perencanaan yang transparan dan tepat untuk melayani kebutuhan klien kami dibidang perpajakan. Kami memberikan Solusi dan Pelayanan terbaik dalam bidang perpajakan dengan dukungan:
1.  Partner yang memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perusahaan.
2. Staf yang professional dan terlatih khususnya dalam Perpajakan Indonesia.
3. Hubungan Networking yang kuat dalam jajaran korps perpajakan di seluruh Indonesia

Telp.
PT.. Consultant Pajak :
08561555700 / 081388599220