Menu DropDown

Kamis, 15 Desember 2011

Perhitungan PPH OP (Orang Pribadi)

Cara Hitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)

Penghitungan pajak penghasilan pasal 21 (PPh 21) untuk pegawai dilakukan dengan menggunakan tarif progresif. Dengan tarif progresif, pengenaan pajak akan berbeda sesuai dengan besarnya penghasilan yang diterima seseorang. Namun sebelum pajak ini bisa dihitung, penghasilan kotor seseorang akan dikurangi dengan faktor-faktor pengurang penghasilan yang diakui oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Contoh faktor pengurang tersebut antara lain PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), biaya jabatan/biaya pensiun.

Tarif progresif untuk PPh 21 Orang Pribadi yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut (x = Penghasilan Kena Pajak):
  1. x <= Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah): 5% (lima persen),
  2. Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) < x <= Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah): 15% (lima belas persen),
  3. Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) < x <= Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): 25% (dua puluh lima persen),
  4. x > Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): 30% (tiga puluh persen).
PTKP untuk seorang pegawai (dengan status tidak kawin) berdasarkan ketentuan yang berlaku adalah sebesar Rp. 15.840.000 (lima belas juta delapan ratus empat puluh rupiah) per tahun. PTKP akan bertambah seiring dengan bertambahnya tanggungan (istri, anak, atau tanggungan tambahan). Ketentuan terakhir tentang PTKP saat tulisan ini dibuat juga tercantum dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.

Biaya jabatan ditentukan sebesar 5% dari penghasilan kotor dengan nilai maksimal Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah) per tahun. Biaya pensiun pun ditentukan sebesar 5% dari penghasilan kotor. Ketentuan terakhir tentang biaya jabatan/biaya pensiun saat tulisan ini dibuat tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008.

Ilustrasi penghitungan PPh 21 akan diberikan di bawah dengan asumsi bahwa penerima penghasilan adalah pegawai dengan status tidak kawin yang didapat dari satu sumber (perusahaan/pemberi kerja). Untuk kemudahan penghitungan, PTKP yang digunakan adalah sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Ikuti langkah-langkah berikut:
  1. Penghasilan Bruto: Rp. 100.000.000.
  2. PTKP: Rp. 10.000.000.
  3. Biaya Jabatan: Rp. 5.000.000.
  4. Penghasilan Kena Pajak (1 - 2 - 3): Rp. 85.000.000.
  5. PPh Terutang: Rp. 7.750.000
    PPh  Terutang = 5% * 50.000.000 +  15% * 35.000.000 = 2.500.000 + 5.250.000 = 7.750.000
Bagaimana kalau kita ingin menghitung jumlah pajak yang perlu kita bayar per bulan? Caranya sama persis dengan di atas, namun penghasilan bruto perlu disetahunkan. Maksudnya disetahunkan adalah penghasilan per bulan Anda dikalikan 12. Selanjutnya tinggal mengikuti langkah-langkah di atas (tentunya dengan angka-angka yang benar). Setelah langkah 5, PPh Terutang Anda kemudian dibagi 12 untuk mendapatkan PPh Terutang per bulan.

Catatan: Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah sebelum dilakukan penghitungan PPh Terutang.

Orang Bijak Taat Pajak!

Kamis, 08 Desember 2011

Prosedur Export

Persyaratan Ekspor

Untuk melakukan ekspor, pengusaha sebagai eksportir dipersyaratkan memiliki:

  1. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Izin Usaha dari Departemen Teknis/Lembaga Pemerintahan Non Departemen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
  3. Setiap eksportir yang melakukan ekspor barang yang diatur tata niaga ekspornya selain persyaratan 1 dan 2 juga harus mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.
  4. Setiap eksportir yang melakukan ekspor barang yang diawasi ekspornya selain memenuhi persyaratan No. 1 dan 2, juga harus mendapat persetujuan ekspor dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan, atau Direktur Ekspor? Produk Industri dan Pertambangan atau Direktur Ekspor Pertanian dan Kimia dengan mempertimbangkan usulan dari Direktur Pembina Teknis yang bersangkutan dilingkungan Department Perindustrian dan Perdagangan. atau Instansi / Department lain yang terkait.

Pengertian / Definisi Ekspor dan Impor Serta Kegiatannya
Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing kenegara kita dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri.
Kegiatan impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan,tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan rakyat.

A. Produk ekspor dan impor dari negara Indonesia
Secara umum produk ekspor dan impor dapat dibedakan menjadi dua yaitu barang migas dan barang non migas. Barang migas atau minyak bumi dan gas adalah barang tambang yang berupa minyak bumi dan gas. Barang non migas adalah barang-barang yangukan berupa minyak bumi dan gas,seperti hasil perkebunan,pertanian,peternakan,perikanan dan hasil pertambangan yang bukan berupa minyak bumi dan gas.

1. Produk ekspor Indonesia
Produk ekspor Indonesia meliputi hasil produk pertanian, hasil hutan, hasil perikanan, hasil pertambangan, hasil industri dan begitupun juga jasa.
a. Hasil Pertanian
Contoh karet, kopi kelapa sawit, cengkeh,teh,lada,kina,tembakau dan cokelat.
b. Hasil Hutan
Contoh kayu dan rotan. Ekspor  kayu atau rotan tidak boleh dalam bentuk kayu gelondongan atau bahan mentah, namun dalam bentuk barang setengah jadi maupun barang jadi, seperti mebel.
c. Hasil Perikanan
Hasil perikanan yang banyak di ekspor merupakan hasil dari laut. produk ekspor hasil perikanan, antara lain ikan tuna, cakalang, udang dan bandeng.
d. Hasil Pertambangan
Contoh barang tambang yang di ekspor timah, alumunium, batu bara tembaga dan emas.
e. Hasil Industri
Contoh semen, pupuk, tekstil, dan pakaian jadi.
f.  Jasa
Dalam bidang jasa, Indonesia mengirim tenaga kerja keluar negeri antara lain ke malaysia dan negara-negara timur tengah.

2. Produk Impor Indonesia
Indonesia mengimpor barang-barang konsumsi bahan baku dan bahan penolong serta bahan modal. Barang-barang konsumsi merupakan barang-barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,seperti makanan, minuman, susu, mentega, beras, dan daging. bahan baku dan bahan penolong merupakan barang- barang yang diperlukan untuk kegiatan industri baik sebagai bahan baku maupun bahan pendukung, seperti kertas, bahan-bahan kimia, obat-obatan dan kendaraan bermotor.
Barang Modal adalah barang yang digunakan untuk modal usaha seperti mesin, suku cadang, komputer, pesawat terbang, dan alat-alat berat. produk  impor indonesia yang berupa hasil pertanian, antara lain, beras, terigu, kacang kedelai dan buah-buahan. produk impor indonesia yang berupa hasil peternakan antara lain daging dan susu.
Produk impor Indonesia yang berupa hasil pertambangan antara lan adalah minyak bumi dan gas, produk impor Indonesia yang berupa barng industri antara lain adalah barang-barang elektronik, bahan kimia, kendaraan. dalam bidang jasa indonesia mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri.

B. Kegiatan pertukaran barang dan jasa antara Indonesia dan luar negeri
Secara umum pertukaran barang dan jasa antara satu negara dengan negara lain dilakukan dalam bentuk kerjasama antar lain:

1. Kerjasama Bilateral
kerjasama bilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara dalam pertukaran barangdan jasa.
2. Kerjasama regional
kerjasama regional adalah kerjasama yang dilakukan dua negara atau lebih yang berada dalam satu kawasan atau wilayah tertentu.
3. Kerjasama multilateral
kerjasama multilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh lebih dua negara yang dilakukan dari seluruh dunia.

C. Manfaat kegiatan ekspor dan impor
Berikut ini manfaat dari kegiatan ekspor dan impor
1. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Pendapatan negara akan bertambah karena adanya devisa.
3. Meningkatkan perekonomian rakyat.
4. Mendorong berkembangnya kegiatan industri

www.anneahira.com/prosedur-ekspor.htm
http://youtu.be/fX2NYsn3L8w

Selasa, 06 Desember 2011

Kalender 2012

MENURUT KALENDER TAHUN 2012
Coba lihat kalender Tahun 2012.!!


1 Ramadhan pada tahun 2012 jatuh pada tanggal 20 Juli 2012, yaitu hari Jum'at.
Jadi pada tanggal 3 Agustus 2012 bersamaan dengan 15 Ramadhan jatuh pada
hari Jum'at. sama dengan Hadist Nabi SAW. tentang huru-hara besar yang akan
terjadi pada tengah malam, pertengan bulan ramadhan yaitu pada hari Jum'at
15 Ramadhan di bumi ini.

Huru-hara yang akan mengejutkan semua orang yang sedang tidur. 1 suara yang
sangat dahsyat akan kita dengan dari langit, bukan kiamat tetapi huru-hara tersebut
akan melenyapkan umat manusia di atas muka bumi sebanyak 2/3, yang tinggal
hanya 1/3 saja.


MENURUT KAJIAN NASA PADA 21-12-12
1 Planet yang dikenali planet X akan melintasi bumi.

Adakah kita semua ini tergolong dalam 1/3 itu? adakah peristiwa itu akan terjadi
pada tahun 2012? Hanya Allah SWT. yang maha mengetahui.
Yang terpenting bagi umat manusia mesti perbanyak ibadah dan berdo'a agar termasuk
dalam golongan yang di lindungi Allah SWT.. Jika mati biarlah kita mati dalam
keadaan Isalam & beriman.

Apapun peristiwa itu pasti akan berlaku mengikuti hadist Nabi Muhammad SAW.:
"Dari Nur'aim Bin Hammad meriwayatkan dengan sahabatnya bahwa 
Rosululah SAW. bersabda: Bila terlah muncul suara dibulan ramadhan
maka akan terjadi huru-hara dibulan itu" 
kami bertanya: "Suara apakah ya Rasulullah?
Beliau menjawab:
"Suara keras dipertengan bulan ramadhan pada malam Jum'at, akan muncul
suara keras yang membangunkan orang tidur, menjadikan orang yang berdiri 
jatuh terduduk, para gadis keluar dari pingitanya, pada malam Jum'at ditahun
terjadinya banyak gempa. Jika kalian telah melaksanakan shalat subuh pada
hari Jum'at, masuklah kalian ke dalam rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya,
sumbatlah lubang-lubangnya dan selimutilah diri kalian, sumbatlah telinga-telinga
kalian jika kalian merasakan adanya suara yang menggelegar, maka bersujudlah
kalian kepada Allah SWT."


Hadist Hasan Al-Bashri
"Diantara tanda berpalingnya Allah dari seorang hamba adalah Allah menjadikan
kesibukan hamba tersebut pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya"


Ini sebuah brodcast Da'wah mengingatkan adalah sebuah kasih terindah

Rabu, 19 Oktober 2011

Perhitungan Pph Badan

PERHITUNGAN  PPh  TERUTANG TAHUN 2010 BERDASARKAN UU PPh NO. 36 PASAL 31E TAHUN 2008 DAN PPh PASAL 25

Dengan mulai berlakunya UU PPh No. 36 tahun 2008 per 01 Januari 2009 yang merupakan rangkaian perubahan terhadap UU PPh No. 7 tahun 1983, maka salah satu yang perlu dicermati adalah perubahan tarif atas badan dari 28% untuk tahun fiskal 2009 menjadi 25% untuk tahun fiskal 2010.
Periode penyampaian SPT Tahunan tahun 2010 ini merupakan periode pelaporan tahunan yang menggunakan ketentuan Undang-undang Nomor 36  Pasal 31 E Tahun 2008.
Dengan adanya tarif tunggal ini semua Wajib Pajak Badan, baik besar atau kecil akan dikenakan tarif yang sama. Kondisi ini berbeda dengan kondisi tahun 2008 yang masih menggunakan tarif progresif.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 mengantisipasi hal ini dengan memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% bagi Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UMKM). Fasilitas ini diatur dalam Pasal 31e UU Nomor 36 Tahun 2008.

Siapakah Wajib Pajak UMKM yang mendapatkan fasilitas ini?. Kalau di lihat dalam Pasal 31e, maka kriteria Wajib Pajak UMKM yang bisa mendapatkan fasilitas ini adalah :
1.    Wajib Pajak Badan (berarti WP Orang Pribadi tidak mendapatkan fasilitas ini),
2.    Peredaran bruto sampai dengan Rp50 Milyar (nampaknya yang dimaksud di sini   adalah peredaran bruto setahun)
Jika kedua syarat itu dipenuhi maka, Wajib Pajak ini berhak atas pengurangan tarif 50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 Milyar (setahun).

Pada Pasal 17 ayat 1 huruf (b) dan (2a) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan :
“b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar    28% (dua puluh delapan persen)”.
“(2a)  Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010”.
Kemudian pada Pasal 31 huruf e di sebutkan
“Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)”.
Penjelasan pasal 31 Huruf e :
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00.
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 25% x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00

Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
-       (Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00 (A)
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
-       Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00 (B)
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25% x A) + (25 % x B), yaitu :
-       (50%x 25% x Rp480.000.000,00)  = Rp.   60.000.000,00
-       (25%xRp2.520.000.000,00)                       = Rp. 630.000.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp. 690.000.000,00
Jadi secara ringkas bisa di sebutkan disini untuk Wajib Pajak Badan,
Bila beromset/peredaran usaha di atas 50 M, otomatis ia akan terkena tarif Pasal 17 ayat (2a) UU Nomor 36 Tahun 2008, yaitu sebesar 25 %.
Bila peredaran usahanya hanya sebatas 4,8 M maka ia mendapatkan pengurangan tarif sesuai bunyi Pasal 31 huruf e diatas yaitu sebesar 50 % x 25%. Langsung dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak nya.
Tetapi Bila Peredaran Usaha nya diantara 4,8 M s.d. 50 M, maka berlaku perhitungan seperti penjelasan pada contoh 2 diatas.
Sedangkan untuk perhitungan PPh Pasal 25 yang merupakan angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dapat di hitung berdasarkan SPT Tahunan yaitu dari pajak penghasilan terutang menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu di kurangi dengan :
  1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
  2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
Dibagi  12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak,
Contoh
 :
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2010 Rp 62.500.000,00 dikurangi :
a.    Pajak Penghasilan yang dipotong
       pemberi kerja (Pasal 21)                                                        Rp 15.000.000,00
b.    Pajak Penghasilan yang dipungut
       oleh pihak lain (Pasal 22)                                                        Rp 10.000.000,00
c.    Pajak Penghasilan yang dipotong
       oleh pihak lain (Pasal 23)                                                        Rp   2.500.000,00
d.    Kredit Pajak Penghasilan luar
       negeri (Pasal 24)                                                                     Rp   7.500.000,00
                                                                                                        ——————— (+)
                           Jumlah kredit pajak                                              Rp 35.000.000,00
                                                                                                                                           ——————— (-)
                        Selisih                                                                    Rp 27.500.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp 2.291.667 yaitu :
(Rp 27.500.000,00 dibagi 12).
Angsuran pajak tersebut dapat di lakukan pembayarannya pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak PPh Tahunan Badan berakhir, tepatnya untuk saat ini adalah di bulan Mei untuk masa pajak April, namun jika pelaporan SPT Tahunan Badan terjadi mundur maka Wajib Pajak mulai melakukan pembayaran angsuran di bulan Juli untuk masa pajak Juni, kemudian Wajib Pajak tidak perlu melapor jika terjadi pembayaran angsuran pajak, dan Wajib Pajak harus melapor jika tidak adanya pembayaran angsuran pajak ( NIHIL ).

Kamis, 13 Oktober 2011

Kewajiban Setiap Wajib Pajak (WP)

KEWAJIBAN SETIAP WAJIB PAJAK (WP)
DALAM SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK SELF ASSESSMENT

1. Pengertian Self Assessment:
Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang dihitung, dilaporkan dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak (WP)

2. Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1.    Pajak Penghasilan (PPh)
2.    Pajak Pertambahan Nilai (PPN
3.    Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4.    Bea Meterai
5.    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
6.    Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB


Kewajiban Mendaftarkan Diri

Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)/ Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

Disamping melalui KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).

Fungsi NPWP adalah :
-      sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
-      sebagai identitas Wajib Pajak.
-      menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
-      dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.

Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti : sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank, dan memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender - tender yang dilakukan oleh pemerintah.



A. NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib
mendaftarkan diri pada KPP, atau KP4/KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-registration.

Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak :
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (misalnya karyawan), dokumen yang diperlukan hanya berupa Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai kegiatan usaha , persyaratannya selain fotokopi KTP juga ditambah dengan surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari Wajib Pajak. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2. Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a.   Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap.
b.   Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif fotokopi KTP Pengurus.
c.    Surat Pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Bagi Wajib Pajak Bendahara yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara;
b. Fotokopi KTP Bendahara.

Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Kartu NPWP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap.

B. PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.

Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan Pelaporan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.

A. Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak :
a. Membayar sendiri pajak yang terutang :

1. Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

2. Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak

b. Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26). Pihak lain disini berupa :
1.    Pemberi penghasilan;
2.    Pemberi kerja; atau
3.    Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.

Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/ Pemungutan (butir C).

c. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
d. Pembayaran Pajak-pajak lainnya.

1.    Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
2.    Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
3.    Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan Pajak.

Penagihan Pajak dilakukan apabila wajib Pajak tidak membayar Pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding. Maka Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan surat teguran dan dilanjutkan dengan surat paksa. Dalam hal wajib Pajak tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta wajib Pajak yang disita tersebut untuk melunasi Pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1.    Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya.
2.    Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah surat teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang pajaknya.
3.    Sita dilakukan dala jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan
4.    Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang.
sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas)  hari setelah penyitaan.

DJP dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib Pajak /penanggung Pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.

C.PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan Kewajiban Wajib Pajak dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh pasal 15 dan PPN dan PPn BM.

Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
§  PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).
§  PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
§  PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.
§  PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
§  PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
§  Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.
§  PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.

Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).

Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.

D.PELAPORAN
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4/KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar.

SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
- PPh Pasal 21,
- PPh Pasal 22,
- PPh Pasal 23,
- PPh Pasal 25,
- PPh Pasal 26,
- PPh Pasal 4 (2)
- PPh Pasal 15
- PPN dan PPnBM
- Pemungut PPN

2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
- Badan
- Orang Pribadi
Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line) melalui aplikasi e-filing. Dan penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.

Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Khususnya mulai tahun 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dan SPT tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).

Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh batas waktu pembayarannya adalah sebelum SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan, sedangkan untuk pelaporannya khusus untuk SPT Tahunan Badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun Pajak.

Untuk menguji kepatuhan wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan tehadap wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib Pajak.

Kewajiban wajib Pajak yang diperiksa adalah :
1.    Memenuhi panggilan untuk datang menghadiiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor;
2.    Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
3.    dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan, wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik
4.    Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
5.    Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
6.    Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor
7.    Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

Kewajiban Memberi Data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktort Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiaai dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan Informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha , peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/ atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi yang  berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)

Informasi Lebih Lanjut
Apabila anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan, anda dapat menghubungi




No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
Masa
1
PPh Pasal 21/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
2
PPh Pasal 23/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
3
PPh Pasal 25(angsuran Pajak) untuk wajib Pajak orang pribadi dan badan
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Akhir masa Pajak terakhir
Tgl 20 setelah berakhirnya masa Pajak terakhir
4
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai
1 hari setelah dipungut
Hari kerja terakhir minggu berikutnya
5
PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah
Pada hari yang sama saat penyerahan barang
Tgl. 14 bulan berikut
6
PPh Pasal 22 - Pertamina
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 14 bulan berikut
7
PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
8
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 15
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

Pph Pasal 4 ayat (2), Pasal 15. 21,23 PPN dan PPnBM untuk wajib Pajak criteria tertentu
Sesuai batas waktu per SPT masa
Tanggal 20 setelkah berakhirnya masa Pajak terakhir
9
PPN dan PPn BM - PKP
Sebelum SPT Lapor
Akhir bulan setelah masa pajak
10
PPN dan PPn BM - Bendaharawan
Tgl. 7 bulan berikut
Akhir bulan setelah masa pajak
11
PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan
Tgl. 15 bulan berikut
Akhir bulan setelah masa pajak
Tahunan
1
PPh - Badan, OP
Sebelum SPT Lapor
30 April / 31 Maret
2
PBB
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
----
3
BPHTB
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
----

sitti: 1,463,966,606